Hugo Rafael Chávez Frías Inggris IPA: ['ugo(ʊ) ˌɹɑfe(ɪ)'ɛl 'tʃɑbɪz 'fɹiɪs]; Spanish -->(IPA: ['uɰo rafa'el 'tʃaβes 'fɾias]) (lahir di Sabaneta, Barinas, Venezuela, 28 Juli 1954; umur 58 tahun) adalah Presiden Venezuela saat ini. Sebagai pimpinan Revolusi Bolivar, Chávez mempromotori visi demokrasi sosialis, integrasi Amerika Latin, dan anti-imperialisme. Ia juga tajam mengkritik globalisasi neoliberal dan kebijakan luar negeri Amerika Serikat.
Ia adalah presiden sejak tahun 1998. Dia adalah putra seorang guru dan lulusan Akademi Militer. Chavez meraih gelar insinyur tahun 1975 dan ia penggemar berat olahraga bisbol.
Setelah terpilih sebagai presiden tahun 1998, ia berkali-kali mengalami guncangan pemerintahan. Ia diancam dibunuh (2000). Tetapi, ia mendapatkan mandat enam tahun masa jabatan pada tahun tersebut guna melakukan reformasi politik.
Pada 14 November 2001,
Presiden Hugo Chavez mengumumkan serangkaian tindakan yang bertujuan
merangsang pertumbuhan ekonomi termasuk di antaranya mengundangkan
Undang-undang Reformasi kepemilikan tanah yang menetapkan bagaimana
pemerintah bisa mengambil alih lahan-lahan tidur, tanah milik swasta,
serta mengundangkan Undang-undang Hidrokarbon yang menjanjikan royalti
fleksibel bagi perusahaan-perusahaan yang mengiperasikan tambang minyak
milik pemerintah.
Kebijakan ekonomi yang dinilai kontroversial terutama menyangkut
Undang-undang Reformasi kepemilikan tanah, di antaranya memberi
kekuasaan pada pemerintah untuk mengambil alih perusahaan-perusahaan
real estate yang luas dan tanah-tanah pertanian yang dianggap kurang
produktif mengundang protes jutaan orang di ibukota, Caracas (11
Desember 2001). Selain, mata uang Bolivar
jatuh terpuruk 25% terhadap dolar AS setelah pemerintah menghapuskan
kontrol terhadap nilai tukar uang yang sudah dipertahankan lima tahun.
Bulan April 2002, sekitar 150.000 orang berunjuk rasa, yang dipelopori oleh Carlos Ortega dan Pedro Carmona,
yang bertujuan untuk mendukung pemogokan dan protes minyak. Sementara
pada waktu yang hampir bersamaan, ribuan pendukung Chavez berada di
sekitar istana, menunjukkan kesetiaan mereka pada presiden yang terpilih
dengan demokratis tersebut.
Secara sepihak, pihak oposisi yang melancarkan demo pemogokan
tersebut tiba-tiba mengubah rute yang sudah ditentukan, berputar ke arah
istana sehingga kekhawatiran akan terjadinya bentrokan memacu protes
dari wali kota Caracas pada Carlos Ortega sebagai orang yang dianggap bertanggung-jawab pada demonstran yang dibawanya.
Bentrokan pun terjadi di antara dua massa besar tersebut, yang dicoba
lerai oleh pihak keamanan. Namun di tengah bentrokan, suara-suara
tembakan terdengar. Jelas sekali di kemudian hari, dari hasil
dokumentasi dan pengumpulan informasi, diketahui ada penembak gelap yang
bersembunyi.
Pada saat tersebut, nyaris dari 25% penduduk Venezuela memiliki
pistol. Tidak terkecuali dengan mereka yang berada dalam demonstrasi
besar tersebut. Tembakan-tembakan pun diarahkan, baik oleh pendukung
Chavez maupun pihak oposisi yang tidak tahu apa-apa, ke arah tembakan
dari penembak gelap. Namun dalam tayangan yang ditampilkan oleh televisi
swasta yang sebagian besar dimiliki oleh pihak yang beroposisi pada
Chavez, dikesankan seakan penembakan dilakukan oleh pendukung Chavez
dengan brutal pada pihak demonstran oposisi.
Kejadian itu menelan korban 10 orang tewas dan 110 lainnya cedera.
Presiden Chavez bukannya melarang aksi-aksi kekerasan tersebut diliput
televisi, bahkan aksi-aksi tersebut dibesar-besarkan oleh pihak media
yang anti dengan Chavez sebagai kesalahan dan tanggung-jawab Chavez.
Meskipun pada kenyataannya mereka menyembunyikan fakta bahwa baik
pendukung Chavez maupun oposisi, pada saat tersebut sama-sama menjadi
sasaran penembak gelap. Pada saat itu, para perwira militer pembangkang
mengharapkan Chavez mengundurkan diri.
Mengkudeta
Satu dekade sebelum melakukan kudeta, Hugo Chavez membentuk sebuah
gerakan bersama kelompok perwira militer bernama Simon Bolivar (Bapak
Kemerdekaan Amerika Latin). Kebijakan Presiden Carlos Andres Perez
menaikkan harga bensin dan pengetatan pinggang yang menuai protes dari
massa rakyat sepertinya tepat kalau “alat” itu segera digunakan.
Terlebih, setelah memperhatikan kerusuhan selama tiga hari (27 Februari 1989). Ratusan orang tewas. Banyak jenazah tetap tak teridentifikasi dalam sebuah makam.
Seperti tak bisa ditunda lagi, Letkol Hugo Chavez memimpin sekitar 5.000 tentara untuk melakukan kudeta berdarah pada 4 Februari 1992
meskipun menuai kegagalan. Revolusi bulan Februari oleh Gerakan
Revolusioner Bolivarian menelan korban jiwa 18 tewas serta 60 orang
lainnya cedera. Chavez kemudian menyerahkan diri. Ia kemudian mendekam
di penjara militer saat para koleganya berupaya kembali merebut
kekuasaan sembilan bulan kemudian.
Percobaan kudeta kedua pada bulan September 1992
juga gagal. Hugo Chavez dikurung dua bulan penjara. Sewaktu di dalam
penjara, ia membentuk partai bernama Gerakan Republik Ke-5 (Movement of the Fifth Republic)
dan melakukan transisi dari militer ke politikus. Setelah para
pembangkang sempat menguasai sebuah stasiun televisi serta sempat
menyiarkan rekaman Chavez yang mengumumkan kejatuhan pemerintah
berkuasa, ia dijatuhi hukuman penjara selama dua tahun. Chavez kemudian
mendapatkan pengampunan.
Di luar penjara, ia melansir partainya sebagai Gerakan Republik
Kelima dan menjalani transisi dari dunia tentara ke dunia politikus.
Chavez yang memimpin koalisi Patriotic Pole berhaluan kiri secara jelas menegaskan, mengikuti jejak tokoh legendaris Argentina (Jenderal Juan Peron) yang dipandang sangat peduli pada kesejahteraan rakyat, keadilan sosial, dan persamaan hak.
48 Jam yang Dramatis
Chávez di Brasil pada tahun 2003. |
Presiden Hugo Chavez mengundurkan diri di bawah tekanan
pemimpin-pemimpin militer Venezuela pada pagi-pagi di hari Jumat waktu
setempat tanggal 12 April 2002. Kudeta dramatis yang dilakukan militer terhadap presiden mengembangkan situasi dilematis. Beberapa jam setelah Chavez mundur, Pedro Carmona diangkat sebagai presiden sementara (interim). Tetapi, Jaksa Agung Venezuela (Isaias Rodriguez)
menyatakan bahwa penunjukan presiden interim Pedro Carmona adalah
inskontitusional dan menandaskan bahwa Presiden Venezuela tetap Hugo
Chavez.
Menurut Jaksa Agung, pengunduran diri presiden baru resmi setelah
diterima Kongres. Chavez mengundurkan diri di bawah tekanan
pemimpin-pemimpin militer. “Tuan Presiden, dulu saya loyal
habis-habisan. Akan tetapi, kematian banyak orang yang terjadi, tak bisa
ditoleransi,” kata Jenderal Efraim Vazguez Velasco (Panglima Angkatan
Bersenjata) dalam pidatonya di televisi nasional yang dikutip pers
Indonesia.
Di tengah mengalirnya kritik internasional terhadap tindakan kudeta,
militer menunjuk seorang ekonom bernama Pedro Carmona yang merupakan
salah satu pimpinan kamar dagang. Saat pelantikan sebagai presiden
interim, Carmona mengumumkan segera melakukan pemilihan presiden dalam
setahun. Kongres juga dibubarkan karena sebagai pendukung Chavez. Dalam
salah satu dekrit yang diumumkan pemerintahan sementara juga diungkapkan
dibentuknya sebuah Dewan Konsultatif yang terdiri 35 anggota. Mereka
mengemban tugas sebagai badan penasehat presiden republik.
Dekrit juga menetapkan, presiden interim akan mengkoordinasikan
kebijakan pemerintahan transisi dan keputusan lain yang diperlukan guna
menjamin kebijakan, dengan otoritas pemerintah pusat maupun daerah.
Dekrit tersebut mengundang banyak kritikan. Presiden Meksiko Vicente Fox
secara tegas menyatakan tidak mengakui pemerintahan baru Venezuela
sampai dilaksanakan pemilu baru. Demikian juga dengan pemimpin-pemimpin
Argentina dan Paraguay menyatakan, pemerintahan baru Venezuela tidak
sah.
Sehari setelah Hugo Chavez digulingkan melalui kudeta militer dan
digantikan Pedro Carmona atas inisiatif sebagian perwira militer, Chavez
kembali dikukuhkan menjadi Presiden Venezuela (14 April 2002). Pedro
Carmona yang hanya menduduki sebagai presiden interim selama sehari
dipaksa mengumumkan pengunduran dirinya setelah Jaksa Agung menyatakan
bahwa kudeta tidak sah.
Berhasilnya Chavez kembali ke tampuk pemerintahan antara lain
disebabkan militer terpecah. Sebagian jenderal memang mendukung Carmona,
tetapi sebagian besar prajurit dan perwira menengah loyal terhadap
Chavez. Selain itu, di kalangan kelompok masyarakat miskin pun Chavez
sangat populer sehingga ketika ia digulingkan ribuan orang melakukan
unjuk rasa agar Chavez dikukuhkan kembali menjadi presiden. Dalam aksi
yang diwarnai penjarahan tersebut, belasan orang tewas.
Hugo Chavez sempat ditahan di Pulau La Orchila oleh para pejabat
senior militer dan terbang kembali ke Caracas dengan menggunakan
helikopter serta dielu-elukan ribuan pendukungnya. Dengan mengepalkan
tangan ke atas, Chavez memasuki Istana Kepresidenan Miraflores
yang berhasil direbut kembali oleh pendukungnya. Sementara, Jaksa Agung
menegaskan bahwa para menteri di bawah pemerintahan interim ditahan dan
sejumlah petinggi militer juga diadili dengan tuduhan pembangkangan
militer, termasuk pimpinan interim mereka yang seorang ekonom bernama
Pedro Carmona.
Referendum 8 Agustus 2004
sebagai upaya menggulingkan Presiden Hugo Chaves oleh oposisi kembali
dilakukan, tetapi masih dimenangkan oleh Hugo Chavez dengan 58 persen
suara. Kemenangan tersebut membuat dirinya berhasil mengatasi salah satu
tantangan terbesar dalam masa pemerintahannya dan menjadikannya sebagai
sebuah mandat yang lebih besar untuk melanjutkan “revolusi bagi kaum
miskin-“nya.
Pada pemilu legislatif pada Desember 2005, partai pimpinan Chavez berhasil menyapu bersih seluruh kursi parlemen setelah pihak oposisi memboikot pemilu tersebut.
Dia lagi calon presiden dan ia berjalan terhadap Henrique Capriles Radonski.
Konser Shakira
Pada 18 November 2006, ia membuka lapangan udara militer di Caracas sekaligus membuka konser yang menghadirkan penyanyi Shakira asal Kolombia. Pidato pembukaan disiarkan televisi, meskipun ia mengaku membenci musik yang berasal dari Amerika. Ia rajin mendengung-dengungkan pentingnya musik nasional. Kehadiran Shakira lebih sebagai perkecualian.
Sumber by Wikipedia
0 komentar:
Posting Komentar